BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Segala puji bagi yang maha mengetahui dan maha
mengawasi. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi muhammad saw.,
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, juga kepada keluarganya, para
sahabatnya, dan para pemimpin yang memberi petunjuk dan menjadi pelita
kehidupan. Semoga Allah yang maha luhur meridloi para mujtahid dari kalangan
salaf yang shaleh, termasuk para sahabat dan tabi’in serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.
Zakat merupakan rukun islam yang ketiga.
Zakat merupakan suatu ibadah yang paling penting,
kerap kali dalam Al Qur’an Allah menjelaskan tentang kewajiban zakat.
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap-tiap
musim yang mempunyai harta benda menurut ketentuan yang telah di tetapkan oleh
hukum islam dan ayat ayat al qur’an yang menerangkan wajib zakat.seluruh ulama
salaf dan kholaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni mengingkari
wajibnya ‘menyebabkan orang tersebut di hukumi
kufur.karena itu kita harus mengetahui definisi zakat, harta-harta
yang wajib di zakatkan, nisab zakat, tata cara
pelaksanaan zakat dan berbagai macam zakat.
Dalam makalah ini penulis akan mencoba
menjelaskan sedikit tentang zakat, lebih fokusnya adalah pada zakat perdagangan
dan zakat pertanian, mengingat di negara indonesia ini, banyak masyarakatnya
yang mencari nafkah dari perdagangan dan pertanian. Atas dasar tersebut,
penulis menganggap perlu mengkaji tentang zakat perdagangan dan pertanian ini.
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba
menjelaskan tentang zakat secara sederhana dengan menampilkan beberapa pendapat
dari para ulama’, disertai dalil dri Al-Qur’an dan hadits, yang tentu akan
menambah wawasan siapapun yang membaca makalah ini.
B.
Rumusan masalah
-
Bagaimana pengertian dan dalil diwajibkannya
zakat?
-
Bagaimana macam-macam dari zakat?
-
Siapa
golongan yang berhak menerima zakat?
-
Bagaimana hikmah dari disyari’atkannya zakat?
C.
Tujuan
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi
tugas mata kuliah fiqih,juga untuk menambah wawasan kita mengenai zakat serta memberikan kesadaran
kepada kita bahwa zakat itu hukumnya wajib dan dapat direalisasikan dalam
kehidupan sehari hari.
BAB II
A. Pengetian Zakat
Zakat secara bahasa adalah tumbuh (an-nama’)
dan bertambah (ziyaadah),jika mengucapkan zaka al-zar’, artinya adalah tanaman
itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapan zaka al-nafaqah artinya nafkah tumuh
dan bertambah jika diberkati.[1]
menurut istilah, para ulama’memiliki definisi
yang berbeda tentang zakat. Madzhab maliki mendefinisikannya dengan,
“mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nishob (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang
berhak menerimanya (mustahiq). Madzhab hanafi mendefinisikan zakat dengan,
“menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik
orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT.” Menurut
madzhab syafi’i, zakat adalah “sebuah
ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dngan cara yang khusus.”
Sedangkan menurut madzhab hanbali, zakat adalah “hak yang wajib (dikeluarkan)
dari harta yag khusus untuk kelompok yang khusus pula.[2]
Senada
dengan dfinisi ulama’ madzahib al-arba’ah, syeikh muhammad bin qosim al-ghozzi
mendefiniskan zakat dalam kitab fath al-qorib al-mujib, sebagai berikut,
اسم لمال مخصوص
يؤخذ من مال مخصوص على وجه مخصوص يصرف لطائفة مخصوصة.
“Zakat menurut istilah adalah
nama suatu harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara tertentu
yang diberikan pada golongan (ashnaf) tertentu.”[3]
Dalam kitab fath al-qorib juga dijelaskan
bahwasanya harta-harta yang wajib dizakati ada 5[4],
yaitu,
1. Zakat al-mawasyi (hewan ternak)
2. Zakat al-atsman (emas&perak)
3. Zakat az-zuru’ (pertanian)
4. Zakat ats-tsimar (buah-buahan)
5. Zakat at-tijaroh (harta dagangan)
disini penulis hanya akan menjabarkan tentang zakat harta
dagangan dan zakat pertanian.
B. Zakat perdagangan.
a) Pengertian zakat perdagangan
Zakat harta perdagangan (‘urudl al-tijaroh),secara bahasa, lafadz urudl
adalah bentuk jama’ dari kata aradl (huruf ra’ –nya di fathahkan); artinya,
harta dunia yang tidak kekal. Kata ini juga bisa dipandang sebagai bentuk jama’
dari ’ardl (huruf ra’-nya disukunkan); artinya, barang selain emas dan perak,
baik berupa benda, rumah tempat tinggal, jenis-jenis binatang, tanaman,
pakaian, maupun barang lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Termasuk
kategori ini, menurut madzhab maliki, ialah perhiasan yang diperdagangkan.[5]
Tijaroh, atau biasa dikenal dengan istilah dagang, adalah mengelola suatu
harta yang dihasilkan dari suatu pertukaran dengan tujuan mendapatkan laba dan
disertai dengan niatan untuk berdagang.[6]
Salah satu hadits yang menjadi dalil diwajibkannya zakat perdagangan adalah
sebagai berikut,
عن سمرة انه صل
الله عليه وسلم كان يأمرنا أن نخرج الصدقة من الذى نعده للبيع (رواه ابوداود)
Artinya : “diriwayatkan dari samuroh,
bahwasanya Rosulullah SAW. Memerintah kami agar mengeluarkan shodaqoh (zakat)
dari barang-barang yang kami persiapkan untuk diperdagangkan.” (HR. Abi
Daud)[7]
b) Syarat zakat barang dagangan
Ada tiga syarat zakat yang disepakati ulama’
madzahibul arba’ah, yaitu sebagai berikut :
Pertama, nishob. Harga harta perdagangan harus
telah mencapai nisab emas atau perak yang dibentuk. Harga tersebut disesuaikan
dengan harga yang berlaku disetiap daerah. Jika suatu daerah tidak memiliki
ketentuan harga emas atau perak, harga barang dagangan tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku di daerah yang dekat dengan daerah tersebut.
Kedua, haul. Harga harta dagangan, bukan harta itu
sendiri, harus telah mencapai haul, terhitung sejak dimilikinya harta tersebut
yang menjadi ukuran dalam hal ini, menurut madzhab maliki dan hanafi adalah
tercapainya dua sisi haul; bukan pertengahannya. Sisi permulaan haul yaitu
telah didapatinya harta yang wajib dizakati, dan sisi akhirnya dimaksudkan
sebagai pewajiban. Menurut madzhab syafi’i, yang menjadi ukuran pada hal ini
adalah akhir haul sebab pada waktu inilah zakat diwajibkan, bukan pada awal dan
akhirnya (kedua sisi haul). Adapun menurut madzhab Hanbali, yang menjadi ukuran
dalam hal ini ialah sampainya nishab pada semua haul. Maksudnya ialah bahwa
zakat tidak diwajibkan sebelum sempurnanya nishab pada awal, pertengahan, dan
akhir haul.
Ketiga, niat melakukan perdagangan saat
membeli barang-barang dagangan. Pemilik barang dagangan harus berniat berdagang
ketika membelinya. Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki, maka, niatnya harus dilakukan ketika perdagangan
dimulai
c) Tata Cara Pengeluaran Zakat Perdagangan
Dalam zakat perdagangan, harta yang wajib dizakati adalah ketika sudah mencapai
haul (satu tahun), terhitung dari dimulainya perdagangan. Dan juga harta
dagangan tersebut ketika mencapai haul, jumlahnya sudah mencapai satu nishob.
Penentuan mencapai satu nishob dihitung ketika akhir tahun, bukan ketika awal
ataupun pertengahan tahun.[8]
Adapun jumlah nishob zakat perdagangan adalah sesuai dengan zakat emas dan
perak. Yaitu 20 mitsqol emas murni. Jika dihitung menggunakan gram maka
sama dengan 77,58 gram emas murni. Dan jumlah harta yang wajib dikeluarkan
adalah 2,5% dari keseluruhan harta perdagangan.[9]
C. Zakat pertanian.
a) Pengertian zakat pertanian
Syafi’iyyah mendefinisian pertanian adalah
bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi. Tak jauh beda
dengan syafi’iyyah, hanafiyyah menjelaskan bahwa pertanian adalah bercocok
tanam pada sebagian yang kluar dari bumi.[10]
Hasil dari pertanian yang wajib dizakati
hanyalah tanaman-tanaman yang dikonsumsi sebagai makanan pokok.kewajiban ini
didasarkan pada sebuah kenyataan bahwa makanan pokok merupakan kebutuhan primer
yang kehadirannya dibutuhkan oleh siapapun juga. Karena itu, amat wajar apabila
syara’ kemudian mewajibkan zakat agar orang-orang yang dalam kondisi susahpun
tetap terpenuhi kebutuhan primernya.[11]
Dijelaskan juga dalam kitab fathul qorib,
bahwa zakat pertanian hanya untuk bahan-bahan pokok, sebagaimana berikut,
وأما الزروع
وأراد المصنف بها : المقتات ,من حنطة وشعير وعدس وأرز, وكذا ما يقتات اختيارا,كذرة
وحمص
“adapun (zakat)
pertanian, yang di inginkan kyai mushonnif adalah: makanan kekuatan(bahan-bahan
pokok). Diantaranya adalah biji-bijian, gandum, ‘adas dan beras, demikian juga
jewawut dan kacang hijau.[12]
Beberapa ayat yang menjadi dalil diwajikanya
zakat pertaian adalah sebagai berikut,
أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض (البقرة
: 267)
Artinya :
“Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS. al-Baqarah
:267)
b) Syarat Wajib zakat pertanian
Syarat dari zakat pertanian adalah sebagai
berikut, [13]
1. Pemiliknya Islam
2. Pemiliknya Merdeka
3. Milik sempurna
4. Ditanam oleh seseorang,
Dalam artian tanaman tersebut bukan merupakan
tanaman liar yang tumbuh sendiri
5. Berupa makanan pokok dan tahan lama
6. Mencapai satu nishob
Nishob dari zakat adalah 5 wasaq, wasaq
merupakan alat takaran yang digunakan pada zaman rosulullah SAW. Yang pada
zaman ini sudah sangat sulit untuk dijumpai.dan jika takaran tersebut
dikonvensi menjadi gram atau kilogram tentu akan menghasilkan berat yang
berbeda pada setiap tanaman. Sebagaimana 5 wasaq beras, tentu memiliki berat yang berbeda dengan 5 wasaq jagung atau yang lainya.
D. Tata Cara pengeluaran zakat pertanian
Bagi
setiap orang yang memiliki kewajiban zakat, yaitu jika sudah memenuhi syarat
wajib zakat. Para ulama’ sepakat, jika sudah terpenuhi syarat-syarat wajibnya
zakat,baik berupa nishab, haul, ataupun yang lainnya, maka wajib zakatnya
segera dikeluarkan.[14]
Adapun
nishob dari zakat pertanian adalah 5 wasaq, wasaq adalah wadah kubus dengan masing-masing
sisinya 57,32 cm. Seumpama hasil pertanian berupa beras, maka nishobnya adalah
sejumlah 1323,132 kg, menurut syeikh ma’shum krawon jombang.[15]
Adapun
jumlah harta yang harus dikeluarkan untuk zakat, terbagi menjadi dua, yang
pertama, adalah pertanian yang tanpa menggunakan biaya pengairan, maka zakat
yang harus dikeluarkan adalah 1/10 atau 10% dari hasil panen. Kedua, adalah
pertanian yang menggunakan biaya pengairan, maka zakat yang harus dikeluarkan
adalah 1/20 atau 5% dari hasil panen.[16]
E. Hikmah Zakat
Apabila
kita cermati secara mendalam, setiap hukum yang disyari’atkan dimuka bumi ini
pasti ada tujuan dan hikmahnya, tidak terkecuali dalam zakat. Diantara hikmah
disyari’atkannya zakat adalah;
1. Sebagai media penyucian hati dari sifat kikir, rakus dan tamak
2. Wujud kepedulian dan berbuat baik terhadap fakir miskin, serta memenuhi
hajat hidup orang-orang yang kurang beruntung
3. Menegakkan kemaslahatan umum
4. Membatasi orang orang kaya dari kepemilikan yang berlebihan, sehingga peredaran
harta lebih merata, tidak hanya monopoli milik orang-orang berduit.[17]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang sudah di jelaskan, dapat
dipahami bahwa zakat adalah suatu harta tertentu yang diambil dari harta
tertentu dengan cara tertentu yang diberikan pada golongan (ashnaf) tertentu.
Zakat ada beberapa macam,sebagaimana berikut,
1. Zakat al-mawasyi (hewan ternak)
2. Zakat al-atsman (emas&perak)
3. Zakat az-zuru’ (pertanian)
4. Zakat ats-tsimar (buah-buahan)
5. Zakat at-tijaroh (harta dagangan)
Zakat perdagangan merupakan zakat yang dikeluarkan sebab melakukan
perdagangan yang sudah mencapai haul dan satu nishob. Dan nishob dihitung
diakhir, setelah mencapai satu tahun
Zakat pertanian adalah zakat yang dikeluarkan setelah melakukan pertanian,
yakni sengaja menanam tanaman yang merupakan bahan makanan pokok. Dan zakat
peranian dikeluarkan setiap panen jika sudah mencapai nishob.
Golongan yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, amil,
muallaf, hamba sahaya, ghorim, fi sabilillah, dan ibmu sabil.
Hikmah zakat adalah Sebagai media penyucian hati dari sifat kikir, rakus
dan tamak. Wujud kepedulian dan berbuat baik terhadap fakir miskin, serta
memenuhi hajat hidup orang-orang yang kurang beruntung. Menegakkan kemaslahatan
umum.
[1]Dr. Wahbah Al-Zuhayly,zakat kajian
berbagai mazhab,BandungPT. Remaja Rosda Karya,2008,hlm. 82
[2] Dr. Wahbah Al-Zuhayly,zakat kajian
berbagai mazhab,hlm. 83-84
[3] Muhammad ibnu Qosim Al Ghozzy,
Fathul Qorib Al-Mujib,beirut,Dar Al Kotob Al Ilmiyah, 2013, hlm. 58
[5] Dr. Wahbah Al-Zuhayly,zakat kajian
berbagai mazhab,hlm. 163
[6] Lembaga Ta’lif Wannasyr. Fiqh Ibadah
(Panduan Lengkap Beribadah Versi Ahlussunnah). Kediri: PP. Al-Falah Ploso
Mojo. 2008. hlm. 226.
[7] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh Ibadah”.
hlm. 227
[8] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh Ibadah”.
hlm. 229
[9] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh
Ibadah”. hlm. 219&229
[10] Prof.Dr.H. Ismail Nawawi, MPA, M.Si.,
fikih muamalah klasik dan kontemporer,Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia,2012,
hlm. 161
[11] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh Ibadah”.
hlm. 221
[12] Muhammad ibnu Qosim Al Ghozzy,
Fathul Qorib Al-Mujib,hlm. 59
[13] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh
Ibadah”. hlm. 222-223
[14] Dr. Wahbah Al-Zuhayly,zakat kajian
berbagai mazhab,hlm. 119
[15] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh Ibadah”.
hlm. 223
[16] Muhammad ibnu Qosim Al Ghozzy,
Fathul Qorib Al-Mujib,hlm. 62-63
[17] Lembaga Ta’lif Wannasyr. “Fiqh Ibadah”.
hlm. 210-211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar